Minggu, 01 Juni 2014

Untuk kamu


Ketika harus bertahan di tengah situasi yang tidak  pernah kamu bayangkan, kamu hanya bisa berdiam diri dan tertunduk nestapa mengaharapkan bahwa situasi ini hanyalah fatamorgana yang tidak nyata. Tapi apa daya, ini nyata, bukan fatamorgana yang cuma fiktif belaka.

Di dalam relung hati yang terdalam, kamu masih sangat berharap bahwa ini tidak nyata. Saat situasi seperti ini, kamu tidak pernah menyangka akan ada wanita lain di samping ayahmu selain ibumu. Iya, wanita lain selain ibumu. Wanita asing yang tiba-tiba hadir di antara kamu dan ayahmu. Hatimu sebagai anak, sekejap porak-poranda bagai diterjang tsunami. Wanita itu hadir bukan karena ayahmu mendua cinta, bukan juga karena jenuh akan pesona ibumu yang indah seperti rona pelangi. Wanita itu hadir ketika ibumu harus pergi ke tempat yang jauh meninggalkan ayahmu dan kamu sendiri. Perginya sangat-sangat jauh. Kamu terdiam. Kamu tertunduk. Banyak bening yang bergulir di pelupuk matamu ketika dia pergi. Kamu duduk terpaku di sudut kamar memeluk rasa kehilangan dengan bibir yang gemetar. Tatapan kosong terus seirama dengan bergulirnya bening di pelupuk mata yang membasahi pipi. Kamu tenggelam dalam kerapuhan saat ibumu pergi. Hanyut dalam gelombang arus kehampaan dan nestapa yang deras. Terombang-ambing di samudera yang penuh dengan air mata kesedihan. Mencoba menerjang gelombang arus, tetapi malah enyah di laut kehilangan.

Dan kini, kamu hanya bisa bertemu dengannya dalam pejam. Dalam pejam, kamu masih sangat berharap bahwa kamu bisa bertemu dia setiap saat seperti dulu. Bisa berbagi suka dan duka seperti dulu. Tapi, Tuhan tetap tidak sependapat denganmu. Ibumu tetap meninggalkanmu. Meninggalkan kamu sendirian di usia yang sangat haus akan belai kasih sayang sesosok “Ibu.” Kamu ingin berontak kepada Tuhan. Berontak seperti ombak laut yang menerjang batu karang. Masa krusial pun dimulai dengan kepergian ibumu. Air mata dan sesak di dada mulai akrab di kehidupanmu. Tersenyum bahkan tertawa di kala dada sesak dengan kesedihan sudah menjadi sahabat karibmu.

Di tiap hembusan napasmu, ibu selalu ada dalam memori ingatanmu. Memori dimana kamu masih bisa tersenyum dan menangis bersamanya. Setiap detik kehidupan yang kamu jalani, tidak henti-hentinya kamu mendoakannya supaya tidak merasakan nestapa seperti kamu sekarang. Berdoa agar ibumu tidak kesepian dan selalu tersenyum di sana. Kali ini, kamu berharap bahwa Tuhan sependapat dengan doamu akan ibumu.

Tapi percayalah, ibumu tidak benar-benar meninggalkanmu. Dia hanya pergi ke suatu tempat yang elok untuk melihat senyumanmu dari sana. Dia ingin melihat buah hatinya bisa mandiri dan mengukir prestasi tanpa belas kasihan dan ulur tangan orang lain. Dia sadar bahwa kamu bisa bersinar seperti mentari pagi yang menggantikan kegelapan meski sendirian tanpa hadirnya. Percayalah, ibumu selalu memerhatikanmu dan mendukungmu dari kejauhan sana. Dia selalu ada di sampingmu meski kamu tidak menyadarinya. Dia lebih dekat dari urat nadimu sendiri. Ibumu sangat menyayangimu. Teramat menyayangimu.




Untuk kamu yang ditinggal Ibunya, seperti aku.