Akhir-akhir ini,
gue mulai rajin dalam menulis untuk diposting
ke blog. Ini karena buku yang lagi gue garap udah 80% siap, untuk gue kirim ke publishing yang gue incar. Gue Cuma
tinggal mengoreksi dan melengkapi perlengkapan naskah lainnya, seperti biodata,
sinopsis, informasi tambahan tentang naskah, dll. Oleh sebab itu, gue bisa
meluangkan waktu menulis untuk diposting
ke blog. Sejak awal punya blog sampai gue masih fokus berkutat dengan menulis
buku gue, postingan di blog gue, itu-itu mulu dan nggak bertambah. Tapi,
setelah menemukan titik terang dan menunaikan hasrat gue dalam menulis buku
komedi hampir selesai, gue kembali lagi di dunia blog. At least, dengan menulis untuk diposting ke blog, gue bisa melatih diri gue lebih baik lagi dalam
mengukir kata.
Bicara soal buku
gue yang hampir selesai, gue jadi flash
back tentang perjalanan penulisan buku ini sampai sekarang. Gue memulai
menulis buku, sejak gue lulus SMA. Awalnya, gue nggak yakin gue akan bisa
menulis berlembar-lembar seperti sekarang, soalnya ilmu kepenulisan gue itu
masih cetek. Gue masih buta banget tentang kepenulisan. Tapi, sahabat-sahabat
gue, selalu men-support gue yang
membuat semangat gue meningkat. Saat gue mengembangkan ide yang ada dan menulis
outline, gue masih belum berpikiran
untuk menerbitkan tulisan gue ini. Gue sadar, gue itu Cuma anak SMA yang baru
lulus dan tulisan gue masih di bawah rata-rata. Jadinya, saat menulis buku waktu
itu, gue Cuma ingin menuangkan apa yang ada di pikiran gue lewat jemari gue
dalam menulis. Sampai akhirnya, gue membaca buku gue yang udah gue tulis mentah
selama 2 bulan, cukup membuat gue nggak percaya kalo gue bisa menyelesaikan
buku ini dalam waktu 2 bulan. Ya… gue nggak percaya aja, soalnya gue pernah
baca, kalo waktu untuk menyelesaikan tulisan bagi penulis pemula adalah 4
bulan. Tapi, ternyata gue bisa menyelesaikan itu dalam waktu separuhnya.
Rasa nggak
percaya dan nggak yakin kalo buku gue layak untuk dibaca, masih bergentayang di
dalam benak gue. Dalam tempo waktu 2
bulan itu, gue menyelesaikan buku ini dengan ketebalan naskah 97 lembar kertas
A4, font Times New Rowman, dan Font size 12. Tulisan mentah gue yang
selesai dalam 2 bulan, membuat gue makin tau diri kalo tulisan gue ini masih
ecek-ecek. Oleh karena itu, sampai detik ini gue masih terus-menerus self editing demi memperbaiki tulisan
gue yang ecek-ecek itu. Di saat gue self
editing, gue mulai berpikiran untuk membuat buku ini nongkrong di rak toko
buku. Entah setan apa yang sedang bersemayam di dalam diri gue, gue merasa
yakin kalo tulisan gue layak untuk diterbitkan dan nongkrong di rak toko buku.
Gue bisa yakin seperti itu, karena tulisan gue ini sengaja gue pendam dan nggak
gue buka-buka selama seminggu lebih untuk gue baca dan nilai sebagai kacamata pembaca
bukan sebagai penulisnya. Saat gue baca tulisan gue, gue terhibur dan ingin
terus buka halaman demi halaman. Hal ini sama kayak gue baca buku-buku yang
udah nongkrong di rak toko buku. Selain gue yang baca, gue juga menyuruh beberapa
teman gue yang maniac novel untuk berkomentar
tentang tulisan gue. Tapi, ada juga teman gue yang nggak bersedia buat baca dan
berkomentar tentang tulisan gue. Mungkin, tulisan gue emang nggak ada
apa-apanya, makanya mereka nggak bersedia.
Komentator maniac novel pertama >>
“Ini beneran lo
yang nulis, Rul?”
“Iya, kenapa?
Gue tau kok, kalo tulisan jelek banget, pasti. Tapi, thanks ya, udah mau baca..”
“Anjay, tulisan
lo gokil parah! Nggak nyangka, gue punya temen macam lo.”
“Ini pujian atau
hinaan, sih? -__-“
“Tulisan lo
bagus. Gokil, segala ada goyang-goyang Caisarnya, hahaha. Sesuai sama trend sekarang.”
“Terima kasih
:’)”
Komentator maniac novel kedua >>
“Anjirr, ngakak
gue baca tulisan lo! HAHAHA”
“Ciyusss, L?”
Jawab gue dengan nada cadel.
“Ciyusss.
Cungguh. Cumpah.”
“Ha Ha Ha Ha.”
Ketawa gue yang sangat terpaksa
Komentator maniac novel ketiga >>
“Kok, kocak sih,
tulisan lo, Rul?”
“Kan, komedi…”
“Oh iya, ya
-__-“
“Otak lemot lo
nggak ilang-ilang -__-. Gimana, menurut lo?”
“Apaan yang
menurut?”
“Allahu akbar… Menurut lo, tulisan gue,
gimana? Komentarin…” Gue mulai banyak nyebut, takut emosi gue terpancing
gara-gara kelemotan teman gue ini.
“Oh, gitu. Gue
kira apaan.”
“Astaghfirloh… Komentarin woy,
komentarin! -_-“ Emosi gue mulai terpancing.
“Oh iya, lupa
hehe. Tulisan lo kocak Rul, tapi edit lagi aja, biar makin kocak dan bagus.”
“Okesip, terima
kasih sarannya :’)”
Dan Alhamdulillah, komentar mereka sangat membangun hasrat gue untuk
menerbitkan tulisan gue itu. Ini yang membuat gue punya keberanian untuk mengirimkan
tulisan jelek gue itu ke publishing
nanti. Tapi, di sisi lain, gue juga merasa nggak percaya diri akan tulisan gue.
Tulisan gue emang dikomentarin yang bagus-bagus sama beberapa temen gue yang maniac novel, tapi itu juga membuat gue
sadar. Tulisan gue mungkin bagus, tapi di luar sana masih BANYAAAK lagi yang
lebih bagus dari gue. Yang ingin tulisannya nongkrong di rak toko buku, nggak
Cuma gue, tapi BANYAAAK. Oleh karena itu, rasa yakin dan nggak percaya diri gue
50:50.
Meskipun gue pernah juara dalam
menulis, rasa nggak percaya diri masih menyelinap di dalam benak gue. Secara,
wawasan gue akan tulisan itu masih rendah banget. Maka dari itu, gue jadi
sering baca buku tentang kepenulisan, supaya gue tau menulis tanda baca, ejaan,
dan lainnya yang benar. Katanya, semakin kita sering menulis, gaya tulisan kita
pun makin membaik.
Oh ya, sekarang naskah buku gue yang
udah gue edit, berubah menjadi 105 halaman. Selama mengerjakan buku ini, banyak
banget hal suka dan duka yang gue lalui. Sukanya, gue bisa menghasilkan tulisan
berlembar-lembar dan membuat orang lain terhibur lewat tulisan gue. Dukanya,
banyak rintangan yang harus gue lewati, komentar-komentar yang menyepelehkan
tulisan gue, netbook gue rusak, abang gue yang menentang gue dalam menulis, sampai draft naskah buku gue yang udah gue
tulis sempat hilang. Itu semua jadi lemon tea
yang memberikan rasa asam manis dalam perjalanan gue menulis buku. Tapi,
perjalanan gue masih panjang. Gue masih punya visi misi yang belum terwujud.
Meskipun, banyak rintangan yang menghadang, gue selalu mencoba melewatinya
dengan lapang dada dan nggak akan membuat gue berhenti untuk menulis. Gue
selalu ingat kutipan yang pernah gue baca, yaitu “When you feel like giving up, remember why you started.” Kutipan
itu selalu gue tanam di dalam diri gue.
Gue ingin jadi pewujud mimpi bukan
sekedar pemimpi. Gue ingin bertanggung jawab untuk mewujudkan mimpi gue itu.
Ya…, semoga aja ikhtiar yang udah gue lakuin berbanding lurus dengan keputusan
Allah nanti. Gue harus udah siap lahir batin dengan apa yang terjadi nanti.
Entah terwujud, atau nggak terwujud sama sekali harus gue terima dengan besar
hati. Intinya, semoga impian gue ini nggak terkikis dengan beriringnya waktu.
Dan semoga publishing incaran gue
(Gagas Media Grup), memuluskan jalan gue untuk jadi pewujud mimpi. Semoga…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar